Bahwa era sekarang yang di sebut era reformasi telah
mampu membuka tabir gelap atas masalah penegakan hukum, masalah aparatur hukum
dan mekanisme bekerjanya lembaga dan pranata hukum menampakan wajah yang buram
dan jauh dari harapan kebutuhan hukum masyarakat untuk mendapatkan jaminan
kepastian keadilan. Eksistensi peran dan fungsi hukum dalam kehidupan bernegara
dan masyarakat kini sedang menjadi sasaran tuduhan dari problematika tersebut.
Situasi ini telah membawa pada pemikiran, bahwa pendidikan tinggi hukum di
Indonesia, khususnya Fakultas Hukum UMM, harus memahami problematika tersebut
sebagai bagian dari upaya memberikan solusi yang terbaik atas problematika
tersebut.
Setelah dilakukan perenungan dan pembahasan atas situasi
di atas, nampaknya Kurikulum menjadi salah satu yang terpenting timbulnya
permasalahan tersebut berikut solusinya. Dalam beberapa kali kegiatan Lokakarya
Kurikulum, telah dilakukan evaluasi yang dipergunakan sebagai
upaya untuk menyempurnakan kurikulum secara lebih utuh dan berkarakter sebagai
berikut:
1. Dalam kancah percaturan
politik nasional yang menuju pada proses demokratisasi di era reformasi ini,
hukum dalam segala aspeknya sedang dikoreksi, peran, fungsi dan penegakan hukum
dalam sistem sosial (dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa di Indonesia).
Kondisi yang cukup memperihatinkan khususnya adalah pada aspek penegakan hukum
(law enforcement). Seperti fenomena mafia peradilan, kolusi, korupsi, nepotisme
dan penegakan hukum secara pragmatis, bagaimana perilaku hakim,
pengacara/ advokat, penyidik, kejaksaan dsb.- dalam skala nasional- regional
dan lokal - seolah telah menegasikan nilai/ norma- norma moral sebagai asasnya.
2. Situasi nasional yang
demikian itu, selain disebabkan oleh sistem politik pada pemerintahan Orde Baru
yang berdampak negatif pada sistem politik hukum nasional yang melahirkan hukum
yang berpihak kepada kepentingan pemerintah, juga disebabkan pula sistem pendidikan
tinggi hukum yang cenderung menggunakan pendekatan ”positivisme”. Pendidikan
tinggi hukum nasional belum dikembangkan kepada pendekatan yang lebih kritis
(Studi hukum kritis) yang berpihak kepada nilai- nilai kebenaran dan keadilan,
bahwa seorang sarjana hukum adalah pejuang kebenaran dan keadilan bagi
kemanusiaan.
3. Keberadaan/ eksistensi
FH UMM srebagai bagian dari PTM yang bercirikan ke-Islaman mempunyai posisi dan
peran yang strategis dalam mengembangkan sistem pendidikan tinggi hukum yang
berkarakter dan bercirikan Islam, sehingga mampu melahirkan sarjana- sarjana
hukum (SH) yang mempunyai kepribadian yang utuh, sehingga mampu bertanggung
jawab terhadap penegakan hukum yang berpihak pada nilai nilai agama, moral,
kenbenaran dan keadilan untuk kesejahteraan masyarakatnya.
Atas dasar itu, maka FH UMM dalam mengambil perannya
dalam pengembangan pendidikan tinggi hukum nasional, memandang bahwa pendidikan
hukum dirumuskan sebagai ”Proses internalisasi, aktualisasi, implementasi
secara sistematis terhadap nilai – nilai keadilan dan kebenaran”. Oleh karena
itu, dalam upaya mengambil peran yang maksimal FH UMM merumuskan visi dan misi
pendidikan tinggi hukum yang mempunyai ciri- ciri/ karakter Profesional,
Humanis, dan Religius.
Adapun yang dimaksud dengan Profesional dalam
asal katanya diartikan sebagai: ahli, maka ciri profesional itu dapat diartikan
bahwa dalam proses pendidikan tinggi hukum di FH UMM dilakukan untuk mampu
menguasai dan memahami baik secara teoritis, konsep dan mahir atau terampil
dalam penerapan ilmu (praktek) dari disiplin ilmu hukum yang dipelajari oleh
mahasiswa, sehingga dapat menerapkan hukum di dalam masyarakat. Oleh karena itu
seluruh elemen yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pendidikan tinggi hukum
di FH UMM dituntut untuk:
1. Mengembangkan sikap
kritis dan terampil;
2. Melakukan perubahan-
perubahan dalam proses belajar- mengajar;
3. Mengembangkan
metode pembelajaran yang lebih menyeimbangkan antara teori; konsep
dan ketrampilan/ kemahiran dengan perbandingan 1 : 2 : 2.
4. Mengembangkan
kajian- kajian disiplin ilmu hukum secara kritis.
Kata Humanis diartikan sebagai bersifat
kemanusiaan. Oleh karena itu karakter Humanis adalah, bahwa dalam proses
pendidikan tinggi hukum di FH UMM dilakukan untuk membentuk watak manusia
Sarjana Hukum yang selalu berpihak kepada nilai- nilai/ norma- norma yang
menjadi dasar keberpihakan nurani manusia yang cenderung kepada kebenaran,
keadilan dan hak asasi manusia. Dalam penegrtian humanis, juga dimaksudkan
pendidikan tinggi hukum yang diselelnggarakan FH-UMM, disamping mengausai
ketrampilan dan kemahiran hukum (profesional) juga membangun integritas dari
peserta didik. Adapun bentuk- bentuk ideal yang diharapkan adalah:
1. Mengembangkan sikap peka
terhadap masalah- masalah sosial masyarakat disekitarnya yang bertumpu pada
nilai-nilai kemanusiaan secara universal;
2. Memahami hak asasi
manusia secara individu dan kelompok;
3. Berpihak pada nilai-
nilai keadilan, kejujuran dan kebenaran.
Sedangkan Religius dari asal katanya
berarti beragama atau berhubungan dengan agama atau beriman. Belajar hukum juga
harus menyentuh nilai-nilai dan aspek Ilahiah. Kebenaran dan keadilan yang
bersumber dari Tuhan harus menjadi dasar utama dalam proses berpikir dan
bertindak, khususnya Sarjana Hukum dimanapun peran dan posisinya. Dari
arti itu dapat dikembangkan bahwa karakter religius menjadi jiwa atau Ruh dari
sosok profesional yang humanis dalam setiap tindakan yang dilakukan dalam
rangka :
1. Memahami dasar-dasar dan
konsepsi hukum Islam yang dijadikan ruh dari setiap pemahaman konsep hukum yang
berlaku secara global, nasional maupun lokal;
2. Memiliki
integritas dan tanggung jawab yang tinggi dalam mengamalkan keilmuannya sebagai
seorang muslim;
3. Mengaktualisasi
Islam sebagai perilaku dan tata nilai dalam setiap tindakan atau aktifitasnya.
Visi ini dikembangkan dalam rangka memberi arah bagi
pengembangan misi UMM maupun FH-UMM. Adapun misi FH UMM tetap mengacu kepada
Pola Ilmiah Pokok (PIP) Universitas yakni memberdayakan masyarakat yang lemah/
miskin/ Dzuafa’ dengan menjunjung tinggi supremasi hukum untuk mencapai atau
mewujudkan masyarakat utama/ madani (civil society)